Teori Agenda Setting (Penyusunan Agenda) digagas
oleh Walter Lippman, seorang jurnalis Amerika. Kemunculan teori ini berasal
dari para peneliti yang telah mengetahi kemampuan media dalam menyusun isu-isu
bagi masyarakat.
Pandangan Lippman adalah
masyarakat tidak merespon pada kejadian yang sebenarnya namun pada gambaran
kepala mereka. Hal ini disebut dengan lingkungan palsu (Pseudoenvironment). Lingkungan dalam masyarakat terlalu besar dan
kompleks dan masyarakat pun tidak dapat melakukan kontak langsung dengan
banyaknya kejadian dalam lingkungan masyarakat.
Sehingga kemudian media menyusun
agenda untuk menyederhanakan kejadian dalam lingkungan masyarakat.
Fungsi dari penyusunan agenda
seperti yang dijelaskan oleh Donald Shaw, Maxwell McCombs dan rekan-rekannya
adalah membentuk realitas sosial yang dibangun pada pemilihan dan tampilan
media oleh para pengelola media yaitu penyunting dan penyiar.
Asumsi teori ini adalah media
memiliki kemampuan untuk mempengaruhi perubahan kognitif antar individu dan
pada akhirnya menyusun pemikiran masyarakat. Media secara sederhana memberitahu
tentang apa yang harus masyarakat pikirkan.
Pada perkembangannya, penyusunan
agenda terjadi dalam dua tingkatan. Tingkat pertama adalah isu umum yang
penting, sementara tingkat kedua adalah isu yang dianggap penting.
Isu pada tingkat kedua disebut
dengan framing (pengerangkaan), yaitu digagas oleh Todd Gittlin. Framing
diterapkan pertama kali oleh Gittlin pada komunikasi massa ketika ia meneliti
cara CBS membuat gerakan pelajar pada tahun 1960-an menjadi tidak penting.
Kemudian Karen dan Ole Borre mengembangkan
tiga jenis pengaruh penyusunan agenda yaitu representasi (masyarakat
memengaruhi media), ketetapan (pemeliharaan agenda yang sama oleh masyarakat
sepanjang waktu) dan persuasi yaitu agenda media memengaruhi agenda masyarakat.
Referensi:
Littlejohn,
Stephen W. Foss, Karen A. 2009. Theories
of Human Communication. Jakarta: Salemba Humanika.
No comments:
Post a Comment